Selasa, 16 Desember 2008

Waspadalah! Musim Penghujan, DBD dan Diare siap Menyerang

Aedes_aegypti_biting_humanDengueAG

Salam Lestari...!!


Oeii...pren...pren...!!
Ingat lho...Sekarang lagi lagi musim hujan nih, semuanya saja diminta mewaspadai berbagai penyakit yang biasanya mewabah pada musim hujan, seperti DBD maupun diare akibat banyaknya genangan air yang menjadi penyebab berkembangnya nyamuk Aedes Aegypty.


Tingginya curah hujan dalam beberapa pekan ini dapat meningkatkan jumlah pasien penderita diare terutama pada anak-anak usia 13-15 tahun yang tidak mengetahui pola makan yang baik.

Peran orangtua sangat dibutuhkan untuk mengawasi dan mencermati pola makan anak-anak, kalau bisa diusahakan anak-anak untuk tidak jajan sembarangan di luar rumah dan biasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan.

Selain itu, penyakit deman berdarah juga biasanya merebak pada musim hujan, sebab musim penghujan sangat memudahkan penyebaran penyakit DBD (deman berdarah dengue). Dan juga, kita harus lebih banyak membersihkan rumah dan lingkungan sekitar. Penyakit DBD ada karena kondisi lingkungan tidak bersih dan banyaknya genangan air yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk penyebar DBD.

Kebanyakan penyakit yang ditularkan nyamuk Aedes Aegypty ini menyerang balita hingga anak usia 15 tahun, namun begitupun tidak tertutup kemungkinan juga menyerang orang dewasa.

Untuk itu, kita juga harus selalu menjaga kebersihan lingkungan, seperti mebmersihkan parit-parit di depan rumah masing-masing yang dapat menjadi sumber penyakit.

Perlu juga diperhatikan pot-pot bunga agar jangan sampai ada air yang tergenang, karena nyamuk penyebar DBD ini sangat senang hidup di air yang bersih.

Bila diperlukan setiap saat selalu melakukan fogging (pengasapan) di daerah yang diduga menjadi endemis penyakit tersebut dengan cara menghubungi dinas kesehatan setempat agar ditindaklanjuti.

Ingat kata orang bijak:
"Harta yang sangat berharga tiada lain adalah kesehatan",

Selamat bersih-bersih yaa...

Senin, 08 Desember 2008

Zat pada Ludah Manusia dapat Percepat Penyembuhan Luka

Para peneliti Belanda telah mengidentifikasi satu zat di dalam air ludah manusia yang mempercepat penyembuhan luka, demikian laporan mereka yang disiarkan di The Journal of Federation American Societies for Experimental Biology (FASEB).

Tim peneliti tersebut mendapati bahwa "histatin", protein kecil di dalam air ludah yang sebelumnya hanya dipercaya membunuh bakteri bertanggung-jawab atas penyembuhan luka.

Penelitian itu mungkin menawarkan harapan kepada orang yang menderita luka kronis yang berhubungan dengan diabetes dan gangguan lain, serta luka traumatis dan luka bakar. Selain itu, karena zat tersebut dapat diproduksi secara masal, zat tersebut memiliki potensi untuk menjadi sama umumnya dengan krim antibiotik dan alkohol gosok.

"kami berharap temuan kami pada akhirnya bermanfaat buat orang yang menderita luka yang tak kunjung sembuh, seperti borok di kaki dan luka akibat diabetes, serta bagi perawatan luka mengakibatkan trauma seperti luka bakar," kata Menno Oudhoff, penulis pertama laporan tersebut, seperti dikutip Xinhua.

"Studi ini bukan hanya menjawab pertanyaan biologi mengenai mengapa hewan menjilati luka mereka," kata Gerald Weissmann, Pemimpin Redaksi FASEB Journal.

"Itu juga menjelaskan mengapa luka di mulut, seperti luka setelah pencabutan gigi, sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan luka pada kulit dan tulang. Itu juga mengarahkan kita untuk mulai memandang air ludah sebagai satu sumber bagi obat baru".



(anthealth/smcn);Suara Merdeka;26/7/2008,

Anak Muda Pacaran, Hanya Lihat Sisi Senangnya Saja

Seorang psikolog dari Semarang menyatakan, rata-rata anak muda di Indonesia dalam berpacaran hanya melihat sisi kesenangannya saja, dan tidak melihat sisi lainnya.

"Di kalangan anak muda, rata-rata mereka berpacaran sering tidak melihat sisi lainnya, yang dilihat hanya kesenangan semata. Selain itu banyak anak muda ketika berpacaran sering termakan oleh kata cinta, padahal pacaran yang sehat itu tidak hanya berdasar pada cinta semata," kata dr. Hastaning Sakti, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Sabtu.

Hasta, begitu panggilan akrabnya, mengatakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam Road Show Diponegoro Care Centre (DCC) di kampus Psikologi Undip. Pada kesempatan ini Ia juga mengeluhkan dalam berpacaran anak muda saat ini sering menjurus pada hubungan seks di luar nikah yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.

Selain itu, ia menambahkan, sebaiknya anak muda harus melihat dampak buruknya akibat melakukan hubungan seks bebas, seperti terjangkit HIV/AIDS, kehamilan, keguguran, dan dampak psikologi lainnya. "Jadi, kalau menilai pacar jangan hanya dari sisi baiknya saja, harus dilihat dari semua sisi, termasuk jangan melakukan hubungan seks di luar nikah," katanya mengingatkan.

"Saat ini banyak sekali kasus aborsi karena hamil di luar nikah. Hal ini, disebabkan karena hubungan pacaran yang tidak sehat," demikian Hasta. Road show yang diselenggarakan DCC ini juga mengangkat masalah kesehatan reproduksi serta kekerasan dalam pacaran.

Menurut Nuno, ketua panitia acara, kegiatan ini mengangkat masalah-masalah yang sering dihadapi oleh kalangan remaja seperti aborsi, kekerasan dalam pacaran, dan kehamilan yang tidak diinginkan, serta narkoba.

"Sebenarnya acara-acara sejenis sudah banyak diselenggarakan baik di sekolah, kampus, maupun masyarakat, tapi kami optimis acara ini akan berpengaruh besar bagi pesertanya karena dalam acara ini peserta diajak diskusi dan tukar pendapat," katanya.

Acara DCC di Fakultas Psikologi ini adalah putaran pertama dari keseluruhan acara yang rencananya juga diadakan di semua fakultas di Universitas Diponegoro. "Kami rencananya akan menggelar road show di semua fakultas di Undip, untuk kegiatan di luar bulan-bulan kemarin kami sudah mengadakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Banten, dan Jawa Barat," kata Nuno.



ABD;Sumber:Antara;Harian KOMPAS/29 November 2008/

Minggu, 07 Desember 2008

Memerangi Candu Rakyat: Rokok

Rokok adalah candu yang dilegalkan banyak negara. Termasuk Indonesia. Lebih dari 60 juta orang Indonesia adalah pecandu rokok. Terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India. Parahnya, kebanyakan perokok di Tanah Air punya kebiasaan buruk. Merokok di sembarang tempat.

Tak heran, Pemerintah DKI Jakarta kembali menggencarkan operasi Kawasan Dilarang Merokok (KDM). Sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005, warga dilarang merokok di tempat-tempat umum seperti terminal, perkantoran, atau mal. Perokok disediakan tempat khusus yang terpisah dari orang-orang yang tidak merokok. Kampanye hidup sehat tanpa tembakau juga terus disuarakan berbagai pihak. Bahkan fatwa haram rokok mengemuka.

Perang terhadap rokok bukan tanpa alasan. Di berbagai negara beradab, rokok memang menjadi musuh utama setelah obat-obatan dan narkotik. Maklum pada setiap batang rokok terkandung lebih dari 4.000 racun mematikan bagi tubuh. Penelitian menunjukkan 9 dari 10 penderita kanker memiliki riwayat perokok. WHO menghitung, setiap tahun lima juta penduduk dunia meninggal akibat rokok. Parahnya, di Indonesia, para perokok pemula justru dimulai ketika masih sangat belia. Ironisnya lagi, para pecandu rokok kebanyakan justru dari keluarga miskin.

Celakanya, Indonesia belum memiliki undang-undang tentang pengendalian tembakau. Akibatnya, Rancangan Undang-undang Pengendalian Produk Tembakau bagi Kesehatan yang digagas sejak 2003 teronggok di Gedung Dewan. Apalagi, kalangan industri rokok di indonesia sudah punya peta jalan lima tahunan yang sudah disepakati dengan pemerintah. Jadilah perang melawan ketergantungan pada candu legal ini bak memburu angin belaka.



(TOZ/Tim Sigi SCTV)Liputan6.com, Jakarta:

Senin, 01 Desember 2008

Stop AIDS Melibatkan Remaja

Hari ini, 1 Desember 2008, 20 tahun sudah HIV/AIDS diperingati oleh pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat dunia. Peringatan itu dilaksanakan sejak diadakannya pertemuan menteri kesehatan sedunia mengenai program-program pencegahan AIDS pada 1988.

HIV/AIDS sampai saat ini masih merupakan penyakit yang sangat menakutkan karena belum ada obat yang bisa menyembuhkan secara total. Penyakit tersebut sedikit lebih istimewa jika dibandingkan dengan penyakit lain. Sebab, kecuali sulit disembuhkan, penyakit itu -ternyata- selalu diperingati secara meriah di seluruh dunia.



oleh Abdul Rahem; Jawa POS; 1/12/2008

Senin, 17 November 2008

Laskar Kyai Biru dan Kuda Putih

Dalam hiruk pikuknya perang untuk kemerdekaan sebuah negeri, di bumi Indonesia belahan Kendal ternyata ada beberapa tokoh yang ikut andil dalam kokohnya negara Indonesia.
Tokoh-tokoh tersebut tergabung dalam satu pasukan tentara yang menamakan Laskar Kyai Biru dan Laskar Kuda Putih.
Konon...

Jumat, 24 Oktober 2008

napak tilas BAKENTURE

Kelompok pencinta alam Kendal yang menampilkan wajah baru dalam BAKENTURE (Bahurekso Kendal Adventure) mengadakan kegiatan "Napak Tilas Laskar Kuda Putih dan Kyai Biru, se Jawa". Dimana Bakenture mengajak kepada seluruh komponen untuk mengetahui jejak tapak para pejuang atau tokoh penting dalam era perjuangan Kemerdekaan Indonesia, yang selama ini belum banyak diketahui oleh khalayak umum. Diantaranya adalah para pejuang yang terbentuk dalam barisan pasukan "Laskar Kyai Biru dan Kuda Putih".
Untuk itu, BAKENTURE dalam kegiatan Napak Tilas Kyai biru dan Kuda putih, mengajak semuanya saja untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, yang rencananya akan berlangsung selama 3 hari, 8 - 10 Oktober. Dengan dimulai dari alun2 Sukorejo, napak tilajavascript:void(0)s tersebut akan berakhir di alun2 Ibukota, Kendal.
Sebagai wadah generasi muda, Ardhiwana yang notabene wadah pencinta alam yang berpayung SMA 1 Cepiring, tidak ketinggalan mengirimkan laskarnya.
Mereka adalah: Amri (bethiek), Villa (berit), Mila (lemot), Afi (cowek), Lisa (so’on), dan Isma (isem) – namun, Lisa dan Isma tidak sampai akhir – mereka duduk di kelas XII. Sedangkan dari kelas XI ada Anwar (prenges), Buana (krokod), Sutar (k-su), Riki (kempus), Totok (gembok), Arif (kempes), Ari (ucrit), Muiz (kumis), Pras (gesbi), Ibnu (wakpoh), Rudi (wulu), Indri (preman), Winarsih (ngablak), Rahma (wordot), Tintin (gembes), Umi (cumini), Zaeniyah (keong), Lastri (nyakdut).
Para Ardhies - sebutan anggota Ardhiwana - berangkat dari SMA 1 Cepiring jam 2.30 WIB menuju alun-alun Kab. Kendal yang kemudian berangkat menuju start alun-alun Sukorejo, dan tiba di sana jam 16.30 WIB. Peserta disediakan basecamp di Balai Desa Sukorejo.

Keberangkatan Ardhies dan peserta lain dibuka oleh Wakil Bupati Bu Markesi. Awal perjalanan menuju ke “Patung Kuda Putih”, yang berada di Desa Genting Gunung, kemudian menuju ke Desa Ngargosari, tapi perjalanan kita tidaklah mudah. Anggota ARDHIWANA yang tidak lengkap,karena ada 2 Ardhies (nyakdut dan preman) yang sakit akhirnya mereka diangkut oleh ambulan dan 2 lagi izin pulang karena tidak kuat.
Di etape ke-2 yaitu dari Desa Ngargosari menuju ds. Sojomerto, perjalanan yang dirasa mudah itu ternyata lebih sulit dari yang diduga. Peserta napak tilas termasuk para Ardhies ditantang melalui medan yang curam. Tidak hanya itu, mereka juga dihadang oleh hujan yang deras. Sehingga sampai di POS ke-2 yaitu Desa Sojomerto sampai pukul 18.30 WIB. Tapi di etape ke-2 ini, tempat istirahat yang kami tinggali sangat nyaman. Penduduknya juga ramah.
Di etape ke-3 adalah etape termudah. Karena diantatra 3 etape yang kami lalui etape inilah yang termudah, terdatar, tercepat, sehingga kami hanya butuh waktu 6 jam untuk sampai di finish etape ke-3 yaitu di alun-alun Kendal.
Dalam upacara penutupan, kami sangat semangat sehingga kami lupa akan capek yang kami alami. Dan hari itu kami juga memperingati Hari Pahlawan.
Merdeka…Merdeka…Merdeka…!!!


Minggu, 21 September 2008

Kyai Bahu (Tumenggung Bahurekso)

Dalam catatan Amien Budiman, Tidak heran atas prestasinya ini Panembahan Senopati akhirnya mempromosikannya menjadi bupati Pekalongan dengan nama Kyai Tumenggung Bahurekso. Akan tetapi lanjutan tulisan Amien Budiman, meskipun telah resmi menjadi bupati pekalongan, dalam sumber sejarah VOC, Kyai Tumenggung Bahurekso tetap disebut Tumenggung Kendal. Ini tidak berlebihan, sebab, sejarah Pekalongan/Batang memang mencatat bahwa Kyai Bahurekso memang pernah menjabat di Kabupaten Pekalongan/Batang, tetapi tidak sebagai seorang bupai/adipati melainkan hanya sebagai pejabat kerajaan Mataram. Oleh karenanya bupati Pekalongan/Batang yang pertama adalah Tumenggung Mandurorejo dan Upashanta.

Rabu, 17 September 2008

Pencinta Alam dan Alam

Pencinta alam berasal dari penggalan kata cinta yang artinya kasih, sayang. Kemudian mendapat awalan pe menjadi pencinta yang artinya orang yang melakukan kasih dan sayang dalam hal ini melestarikan. Dan alam artinya bumi dan seisinya. Pencinta Alam secara umum mempunyai arti bahwa seseorang yang melakukan kasih sayang terhadap alam dengan cara melestarikannya.

Dilihat dari artinya saja, bahwa sesorang yang menyatakan dirinya sebagai seorang pencinta alam harus berani menerima dan melakukan konsekuensi di dalamnya yaitu antara lain: 1) Tidak melakukan hal yang bersifat merusak, seperti: *)menebang pohong atau ranting kemudian dibiarkan begitu saja sebagai maksud setelah kering nanti bisa digunakan untuk pengapian api unggun, *)Membuang/meninggalkan sampah plastik dan sejenisnya bekas mie instan atau yang lainnya di sembarang tempat. 2) Menjaga dan melakukan pelestarian terhadap lingkungan dengan tidak mengharapkan imbalan dan pujian atau dengan kata lain dilakukan dengan berikhlas hati.

Ada kata bijak yang dijadikan etika bagi pencinta alam yaitu, Jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak, jangan mengambil sesuatu kecuali gambar dan Jangan membunuh sesuatu kecuali waktu.

Namun pada akhir-akhir ini banyak kita jumpai, mereka yang katanya mengaku sebagai seorang pencinta alam yang melakukan kegiatan camping atau pendakian gunung, banyak yang tidak menghiraukan bahkan tidak memahami etika tersebut.

Kamis, 04 September 2008

MarhAbaN ya...RaMadh4N

oleh : Ky. A. Mustofa Bisri


Setiap datang bulan Ramadhan, kaum muslimin menyambutnya dengan menyatakan, "Marhaban Ya Ramdhan, Selamat Datang, Ramadhan!". Seolah-olah Ramadhan merupakan merupakan "tamu" yang dinanti-nantikan kedatangannya. Tapi, tamu yang dinanti-nantikan kedatangannyabelum tentu karena tamunya itu sendiri. Sering orang menanti-nantikan kedatangnya belum tentu karena tamunya itu sendiri. Sering orang menanti-nanti kedatangan tamu karena mengetahui dan mendambakan apa - atau apa-apa - yang dibawa si tamu.

Mungkin, memang ada yang menanti-nanti datangnya bulan Ramadhan karena alasan yang religi atau bahkan spiritual. Namun, banyak yang menyambut bulan itu justru karena keistimewaan-keistimewaan duniawi yang menyertainya.

Industri pertelivisian, misalnya, jauh-jauh hari -jauh sebelum para kiai pesantren menyusun jadwal pengajian pasanan- sudah menyiapkan jadwal acara yang akan ditayangkan selama bulan Ramadhan. Artis-artis dan ustad-ustad metropolitan jauh-jauh hari sudsah banyak yang dikontrak untuk mengisi acara-acara bulan suci. Pedagang-pedagang jauh-jauh hari sudah ancang-ancang menaikkan harga-harga kebutuhan pokok, terutama makanan.

Rabu, 03 September 2008

Kyai Jebeng

Tentang Kyai Jebeng Pegandon cerita yang tersebar di daerah sekitar, bahwa Kyai Jebeng Pegnadon adalah santri atau pengikut Pangeran Benowo. Dan dituturkan bahwa nama Kyai Jebeng Pegandon yang sebenarnya adalah Surogondo. Disebut Jebeng Pegandon, karena tokoh yang mebmuka desa dan kemudian dinamakan Pegandon itu meninggal dunia dalam usia muda, yang atrinya belum berkeluarga, sehingga ada kesulitan untuk mencari asal-usulnya. Namun pada akhir-akhir ini diketahui bahwa para "penyekar" secara rombongan berasal dari trah keraton Surakarta.

Tanda kebesaran dan kealiman Kyai Jebeng Pegandon ini kadag-kadang masih dapat dirasakan oleh para penduduk sekitar. Antara percaya dan tidak percaya, jika waktu sholat telah tiba dan tetap ada orang yang bekerja di sekitar makamnya, maka yang bersangkutan mendapat peringatan. Kadang-kadang barang bawaannya (rumput) ditunggui seekor ular. Kalau tidak demikian, barang bawaannya dimasuki ular, dan karena tidak diketahui, maka barang itu tetap diangkat. Anehnya, si empunya tidak mampu lagi mengangkat. Namun, setelah dibuka ternyata diketahui di dalam rumput itu ada seekor anak ular kecil. Kalau tidak demikian, kadang-kadang terlihat seekor katak yang "besarnya" luar biasa.

Minggu, 31 Agustus 2008

Pengeran Benowo

Setelah Sultan Hadi Wijaya (Jaka Tingkir) Sultan Pajang meninggal mestinya yang berhak menggantikan kedudukannya adalah Pangeran (sunan) Benowo, yang merupakan putera mahkota. Namun kenyataan berkata lain. Menurut Sunan Kudus, Aryo Pangiri lah yang berhak karena merupakan putra tertua meskipun putra menantu dan dia juga putera raja (Sunan Prawoto raja Demak). Oleh karena Sunan Kudus tetap berpegang pada pendapatnya, mak Pangeran Benowo harus rela menempati jabatan baru sebagai Bupat Jipang Panolan. Mungkin peristiwa ini yang disebut bahwa Pangeran Benowo Sakit Penggalihipun. Kemudian Aryo Pangiri dinobatkan sebagai raja Pajang, namun tidak berselang lama. Karena dalam kepemimpinannya banyak menyengsarakan rakyat sehingga tidak disukai rakyat dan banyak desakan maka Pangeran Benowo atas pertimbangan saudaranya, Senopati Sutowijoyo, merebut kembali kerajaan pajang dari tangan Aryo Pangiri dan berhasil. Aryo Pangiri kalah dan dikembalikan ke Demak bersama seluruh keluarganya. Selanjutnya Pangeran Benowo menduduki jabatan sebagai sultan namun hanya satu tahun kemudian digantikan oleh Senopati Sutowijoyo dan pemerintahan beralih menjadi Kerajaan Mataram.

Dalam catatan Amien Budiman pada Babad Tanah Jawi bahwa Pangeran Benowo setelah hanya bertahta satu tahun, pergi ke Sedayu Jawa Timur kemudian menuju ke Barat dan sampai di Hutan Kukulan daerah Kendal bersama para pengiringnya, Kyai Bahu, Kyai Wiro dan dua lagi tidak diceritakan namanya. Selama di hutan itu Pangeran Benowo merasakan sejuk hatinya melihat padang yang luas, sedang tanahnya baik dan rata. Hanya sayang tempat itu tidak ada sungai. Pangeran Benowo memberitahukan kepada sahabatnya tentang tidak adanya sungai itu, dan mereka mengatakan memang sebaiknya Pangeran Benowo membuat sungai.

Kyai Bahu dan Kyai Wiro diperintahkan menyudet sungai di dekat tempat itu hingga airnya bisa mengalir ke hutan dan menyenagkan hati mereka yang bermaksud bertempat tinggal di kawasan itu. Pangeran Benowo bersama empat sahabatnya pergi ke sungai lotud. mereka menjumpai tempat yang agak datar dan memudahkan aliran air. Kemudian Pangeran Benowo menyudet sungai itu dengan menggunakan tongkat. Aliran sungai itu mengalir ke arah timur laut sampai di hutan yang akan dijadikan pemukiman mereka.

Waktu itu kebetulan sudah masuk waktu subuh. Pangeran Benowo bermaksud berhenti di tempat itu untuk melakukan sholat subuh. Adzan subuh dilakukan sendiri oleh Pangeran Benowo mendengar ada suara yang menjawab adzan yang diucapkan. Suara itu datang dari lurus arah timur tempat Pangeran Benowo melaksanakan sholat subuh. Peristiwa aneh tersebut disampaikan pada keempat sahabatnya.

Oleh Pangeran Benowo kemudian diperintahkan kepada para sahabatnya untuk mencari dimana asal suara yang menjawab adzannya. Namun mereka tidak menemukan apa-apa, hanya tiga buah makam dan ketiganya bernisan batu. Sayangnya dalam Babad Tanah Jawi tidak menyebut tiga makam itu milik siapa. Pangeran Benowo memeriksa ketiga makam itu secara teliti. Sedang di sebelahnya adalah sebuah pohon besar yang sudah berlubang, yang disebutnya pohon kendal. Kyai Bahu dan Kyai Wiro serta dua rekannya diperintahkan oleh Pangeran Benowo agar tinggal di hutan itu dan membuatnya menjadi tempat pemukiman. Desa itu kemudian diberi nama Desa Kendal.

Sedangkan Pangeran Benowo bermaksud tinggal di hutan sebelah selatan yang letaknya berdekatan dengan sudetan sungai. Ia berjalan ke arah selatan dengan diikuti oleh tiga sahabatnya, karena Kyai Bahu diperintahkan untuk tinggal di tempat yang baru dibuka itu. Sampai di hutan Tegalayang, Pangeran Benowo berhenti untk bertapa ngluwat, bertapa dengan mengubur dirinya dalam sebuah lubang. Lubang dipersiapkan oleh ketiga sahabatnya, dan selanjutnya Pangeran Benowo masuk di dalamnya, dan ketiga sahabatnya agar menutupnya. Sebelumnya dipesankan oelh Pangeran Benowo, bila sudah mencapai empatpuluh hari, maka lubang itu diminta untuk dibuka.

Setelah lebih satu bulan, datang dua utusan dari Mataram sambil membawa surat dari Panembahan Senopati yang akan diberikan kepada Pangeran Benowo, namun tidak dijumpai di tempat tersebut. Sebaliknya, mereka hanya bertemu dengan seorang pande besi yang bediam di hutan itu namanya Kyai Jebeng Pegandon. Kedua utusan itu mengira bahwa pande besi itu adalah Pangeran Benowo, maka disampaikan surat itu kepadanya sambil memberitahukan bahwa Pangeran Benowo diundang oelh Panembahan Senopati. Karena merasa dirinya buka Pangeran Benowo, maka Kyai Jebeng Pegandon si tukang besi itu menjawab:
"Bawalah pulang surat itu. Aku tidak mau diundang, dan lagi pula aku tidka mau mengabdi pada raja".

Kedua utusan itu pulang dan memberi laporan kepada Panembahan Senopati bahwa Pangeran tidak mau. Dan oleh Panembahan Senopati memang dua utusan tersebut telah keliru. Maka mereka diperintahkan kembali ke hutan mencari Pangeran Benowo di sebelah selatan hutan itu. Di samping itu juga mereka diperintahkan mendatangi lagi Kyai Jebeng Pegandon si pande besi sambil membawa wewdhung panelasan (pisau raut besar bersarung untk menghabisi nyawa seseorang) untuk memancung leher pande besi tersebut.

Para utusan Mataram itu kembali ke hutan Kendal dan terlebih dahulu menuju ke tempat Kyai Jebeng Pegandon dan memberi tahu maksud kedatangannya atas perintah Panembahan Senopati. Kemudian Kyai Jebeng dibunuh dengan menggunakan wewedang dan jenazahnya dimakamkan di Pegandon.

Akhirnya kedua utusan tadi sampai di hutan Tegalayang dan mereka bertemu dengan ketiga sahabat Pangeran Benowo yang sedang menunggui lubang tempat bertapa Paengeran Benowo. Kedua utusan tadi menanyakan keberadaan Pangeran Benowo. Oleh Kyai Wiro, dijelaskan bahwa Pangeran Benowo sedang bertapa ngluwat baru sebulan lebih empat hari. Oleh Kyai Wiro disarankan memang sebaiknya kedua utusan itu bersabar dan mau menunggu karena bertapanya hanya tingga enam hari lagi. Dan sebagaimana pesan Pangeran Benowo, pertapaannya dibuka kembali setelah masa empat puluh hari oleh Kyai Wiro. Alangkah terkejut, ketika lubang terbuka ternyata Pangeran Benowo tidak ada di tempat, lubang itu kosong. Setelah kesana kemari dicari akhirnya Pangeran Benowo dijumpai sedang duduk tafakur menghadap ke arah barat.

Setelah meminta izin sowan, Kyai Wiro menyampaikan ada utusan dari Mataram, kemudian Pangeran Benowo mempersilahkan untuk bertemu dengannya. Maka kedua utusan itu menghaturkan surat dari Panembahan Senopati. Surat diterima dan dibaca, ternyata isinya Pangeran Benowo diminta untuk datang ke Mataram. Adapun sebabnya, yang pertama kakandanya rindu, dan yang kedua, apa saja kehendak Pangeran Benowo akan dituruti Panembahan Senopati. Pangeran Benowo menolak. "Aku tidak mau ke Mataram Jika kakanda Senopati mempunyai kehendak apapun, aku wakilkan kepada Kyai Bahu saja. Kakanda tidak usah membuat surat lagi". Kemudian Kyai Bahu dibawakan kepada kedua utusan tersebut ke Mataram.

Pangeran Benowo selanjutnya tinggal di hutan/gunung Kukulan. Akan tetapi selang beberapa hari ia pergi dari tempat itu ke arah utara, mencari tempat tinggla yang lebih baik. Akhirnya ia menjumpai tempat yang bagus, berada di pinggir sungai. Bersama ketiga sahabatnya, Pangeran Benowo tinggal di tempat itu. Tidak lama kemudian banyak orang berdatangan ingin bertempat tinggal dan belajar kepadanya. Tempat itu kemudian menjadi desa, diberi nama Desa Parakan (amargi kathah tiyang ingkang sami dateng umarak ing Kanjeng Pangeran/karena banyak orang yang datang dan menghadap Kanjen Pangeran).

Kemudian timbul pertanyaan dimanakah yang dimaksud dengan desa arakan itu? apakah Parakan yang sekarang ini merupaka sebuah tempat di Kabupaten Temanggung? Kalau tempat itu yang dimaksud, mestinya perjalanan Pangeran Benowo ke arah selatan bukan ke arah utara, sedangkan hutan Kukulan sebuah tempat yang letaknya kurang lebih 2 km dari Desa Sojomerto sekarang ini. Karena arah perjalanan Pangeran Benowo dari gunung/hutan Kukulan ke arah utara, tidak tertutup kemungkinan bahwa desa itu bernama Pakuncen masuk Kecamatan Pegandon.

Di desa itu ada masjid peninggalannya, ada sumur dan bahkan ada sebuah genthong yang konon katanya berasal dari Demak, namanya Genthong Puteri. Diceritakan juga bahwa genthong itu semula satu pasang, yang berarti ada dua buah, dimana yang satu tetap berada di Demak. Konon kedatangan genthong itu datang sendiri dari Demak lewat sungai dengan dikawal oelh seekor kebau, yang diberi nama "Kebo Londoh", yaitu jenis kerbau yang kulitnya putih. Orang JAwa menyebutnya "Kebo Bule".

Genthong itu sekarang ditanam di (serambi) bagian selatan masjid, dan hanya mulut genthongnya yang kelihatan. Genthong itu diyakini sebagai satu kesatuan dengan sumur yang ada di sebelah selatan masjid. Oleh masyarakat, air sumur itu bisa sebagai sarana pengobatan, dan hal itu sudah banyak yang membuktikan. Caranya, air dari sumur dimasukkan ke dalam genthong puteri dan dari genthong itulah diambil airnya. Makam Pangeran Benowo berada di belakang masjid Pakuncen.

Setelah sampai di keraton Mataram, Kyai Bahu menerima tugas dari Panembahan Senopati agar usahanya membuka hutan dan tanah serta membuat tempat pemukiman di kawasan hutan Kendal supaya dilanjutkan menjadi suatu negeri, sedang penghasilannya diserahkan kepada Pangeran Benowo. Di samping itu Pangeran Benowo diangkat derajatnya oleh Panembahan Senopati dengan nama Susuhunan Parakan. Sedangkan Kyai Bahu diberi nama kehormatan Kyai Ngabehi Bahurekso.


sumber : buku Babad Tanah Kendal karya Ahmad Hammam Rokhani

Selasa, 26 Agustus 2008

Panembahan Senopati Sutowijoyo

disadur dari buku Babad Tanah Kendal karya Ahmad Hamam Rochani,

Panembahan Senopati, Raden Bagus Danang Sutowijoyo adalah putera sulung Ki Pemanahan. Kalau dirunut pada silsilah, Prabu Brawijaya pada perkawinannya dengan Dewi Wandan (wanita yang berkulit kehitam-hitaman) melahirkan Ki Bondan Kejawan yang kemudian memperistri Nyai Nawangsih putera Ki Gede Tarub dan melahirkan Ki Ageng Getas Pendowo atau Syekh Ngabdullah dan seorang puteri (dinikahkan dengan Ki Ageng Ngerang). Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo.

Sesuai pesan ayahnya, Ki Pemanahan dan restu sultan Pajang, Sutowijoyo menggantikan ayahnya sebagai pembesar atau Panembahan Mataram. Seperti dikatakan oleh Panembahan Giri dan Kanjeng Sunan Kalijaga, keturunan Ki Pemanahan kelak akan menjadi raja aung yang meguasai tanah Jawa. Sebagaimana ayahnya, Sutowijoyo selalu mencari kebenaran tentang dua ramalan nujum dua orang sesepuh itu.

Menjelang tengah malam Suutowijoyo keluar dari istana dengan diserta lima orang pengawalnya menuju ke Lipuro. Dan selanjutnya ia tidur di atas kumuloso, sebuah batu hitam yang halus permukaannya. Kepergiannya membuat kaget Ki Juru Mertani (paman dari ibu) karena tidak menemukannya di rumah. Namun, Ki Juru mengetahui dan hafal kemana putranya kemenakannya pergi. Setibanya di Lipuro, didapati Sutowijoyo sedang tidur pulas, kemudian dibangunlah Sutowijoyo dengan berucap: "Tole, bangunlah!. Katanya ingin menjadi raja, mengapa enak-enak tidur saja". Tiba-tiba dilihat Ki Juru Mertani ada sebuah bintang sebesar buah kelapa yang masih utuh terletak di kepala Sutowijoyo, kemudian ia membangunkannya. "Tole, bangunlah segera. Yang bersinar di atas kepalamu seperti bulan itu apa?". Bintang itu menjawab seperti manusia: "Ketahuilah, aku ini bintang memberi khabar kepadamu, maksudmu bersemedi dengan khusyuk, meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa, sekarang sudah diterima oleh-Nya. Yang kamu minta diizinkan, kamu akan menjadi raja menguasai tanah Jawa, turun sampai anak cucumu, akan menjadi raja di Mataram tiada bandingnya. Sangat ditakuti oleh lawan, kaya dengan emas dan permata. Kelak buyutmu yang menjadi raja di Mataram, negara kemudian pecah. Sering terjadi gerhana matahari, gunung meletus, hujan abu atau lumpur. Itu pertanda akan rusak". Setelah berkata demikian bintang itu lalu menghilang. Sutowijoyo berkata dalam hati "permohonanku sudah dikabulkan oleh Tuhan., niatku menjadi raja menggantikan kanjeng Sultan (Pajang), turun sampai anka cucuku, sebagai pelita tanah Jawa, orang tanah Jawa semuanya tunduk".

Lain halnya dengan Ki Juru Mertani, ia mengetahui apa yang dipikirkan putra kemenakannya itu, kemudian ia bertutur lembut. "Senopati, kamu jangan berfikir sombong, memastikan barang yang belum tentu terjadi. Itu tidak benar. Jika kamu percaya pada omongan bintang, itu kamu salah. Sebab itu namanya suara ghaib, boleh benar boleh bohong. Tidak dapat ditangkap seperti lidah manusia, dan kelak jika kamu benar-benar berperang melawan orang Pajang, tentu bintang itu tidak bisa kamu tagih atau kamu minta pertolongannya.Tidak salah jika aku dan kamu menjadi raja Mataram dan kalah dalam perangnya, tidak luput juga menjadi tawanan".

Mendengar perkataan pamannya, Senopati akhirnya sadar, dan tidak lupa minta maaf. Dan selanjutnya Senopati berkata "Paman, bagaimana petunjuk paman, saya akan menurut. Diumpamakan saya adalah sebuah perahu dan paman adalah kemudinya". Selanjutnya Ki Juru Mertani bertutur, "Tole, kalau kau sudah menurut, mari kita memohon lagi kepada TUhan, semua yang sulit mudah-mudahan bisa dimudahkan. Mari kita membagi tugas. Kamu pergi ke laut selatan dan aku akan pergi ke Gunung Merapi, Meneges kepada Tuhan. Mari kita berangkat".

Keduanay berpisah sesuai kesepakatan. Sutowijoyo berangkat ke laut kidul melalui kali Opak (Ompak) menghanyutkan diri hingga sampai laut kidul, bertapa seperti yang biasa dilakukan oleh ayahnya, Ki Pemanahan. Istana laut kidul geger, hawa di laut kidul memanas.Air laut kidul memanas membuat seisi laut ribut. Seluruh penghuninya terkena hawa panas karena cipta dan rasa Senopati Sutowijoyo yang mengheningkan cipta dengan membaca doa.
Ratu laut kidul keluar dari istananya, dan melihat dunia luar. Ia tidak melihat apa-apa kecuali seorang pemeuda yang berdiri mematung dengan mengheningkan cipta. Ratu laut kidul langsung menuju ke arah pemuda itu, dan langsung bersujud dan meminta belas kasihan kepada pemuda itu, yang tidk lain Senopati Sutowijoyo.

"Silahkan tuan menghilangkan kesedihan hati paduka supaya segera hilang adanya huru-hara ini, dan segera kembali kerusakan-kerusakan yang terjadi pada isi laut. Tuan, kasihanilah hamba, karena laut ini saya yang menjaga. Bahwa apa yang tuan mohon telah dikabulkan oleh Tuhan, sekarang sudah terkabul. Paduka dan turun paduka akan menjadi raja, memerintah tanah Jawa tidak saingannya. Seluruh jin dan peri semuanya tunduk pada paduka. Apabila kelak paduka mendapat musuh, semuanya akan membantu. Sekehendak paduka, mereka menurut saja. Karena paduka pendiri (cikal bakal) raja Tanah Jawa ini".

Mulailah hubungan Senopati Sutowijoyo dengan Ratu laut kidul. Berhari-hari Senopati berada di laut kidul bersama sang ratunya. Terucap oleh Senopati, "Seandainya Mataram mendapat musuh, siapa yang akan memberi tahu ratu kidul? orang mataram tidak ada yang bisa melihat Ratu Laut Kidul". "Itu soal gampang saja. Jika paduka membutuhkan saya, dan hendak memanggil saya, sedakep mengheningkan cipta kemudian menghadap ke angkasa. Tentu hamba akan segera datang dengan membawa prajurit lengkpa dengan perlengkapan perang",jawab Ratu Laut Kidul.

Setelah itu Senopati minta diri untuk kembali ke Mataram. Senopati muncul dari dalam air dan jalan di atas laut seperti halnya orang berjalan di darat yang halus. Tetapi betapa kagetnya ketika sudah sampai pada tepi Parangtritis, ia melihat Kanjeng Sunan Kalijaga sidah ada di tempat itu. Senopati menuju ke tempat Sunan Kalijaga dan melakukan tafakur, dan minta maaf atas tindakannya yang berjalan di atas air dan tidak basah.
Kanjeng Sunan Kalijaga bersabda, "Senopati hentikan kamu memamerkan kesaktian dengan berjalan di atas air dan tidak. Itu namanya tindakan seorang yang kibir (sombong). Para wali tidak mau memakai cara yang demikian itu, karena akan mendapat murka dari Tuhan. Jika kamu ingin selamanya menjadi raja, berjalanlah seperti sebenarnya orang berjalan. Mari ke MAtaram, saya ingin melihat rumahmu".

Sunan Katong dan Pakuwojo: asal-usul nama Kendal

Bathara Katong atau Sunan Katong besama pasukannya mendarat di Kaliwungu dan memilih tempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang. Beberapa tokoh dalam rombongannya antara lain terdapat tokoh seperti Ten Koe Pen Jian Lien (Tekuk Penjalin),Han Bie Yan (Kyai Gembyang) dan Raden Panggung (Wali Joko).

Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apapun. Sedangka memasuki wilayah yang agak ke barat, ditemui seorang tokoh agama Hindu/Budha, bahka disebutkan sebagai mantan petinggi Kadipaten di bawah Kerajaan Majapahit untuk wilayah Kendal/Kaliwungu, bernama Suromenggolo atau Empu Pakuwojo.

Dikatakan dalam cerita tutur, ia seorang petinggi Majapahit dan ahli membuat pusaka atau empu. Ia seorang adipati Majapahit yang pusat pemerintahannya di Kaliwungu/Kendal. Untuk meng-Islamkan atau menyerukan kepada Pakuwojo supaya memeluk agam Islam, Tidaklah mudah sebagaimana meng-ISlamkan masyarakat biasa lainnya. Biasanya sifat gengsi dan merasa jad taklukan adalah mendekati kepastian. Karena ia merasa punya kelebihan, maka peng-Islamannya diwarnai dengan adu kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di perbukitan Bergota/Pulau Tirang.

Kesepakatan atau persyaratan dibuat dengan penuh kesadaran dalam kapasitas sebagai seorang ksatria pilih tanding. "Bila Sunan Katong sanggup mengalahkannya, maka ia mau memeluk agama Islam dan menjadi murid Sunan Katong", demikian sumpah Pakuwojo di hadapan Sunan Katong. Pola dan gaya pertrungan seperti it memang sudash menjadi budaya orang-orang dahulu. Mereka lebih menjunjung sportivitas pribadi.

Dengan didampingi dua sahabatnya dan satu saudaranya, pertarungan antarkeduanya berlangsung seru. Selain adu fisik, mereka pun adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata oran awam. Kejar mengejar, baik di darat maupun di air hingga berlangsung lama dan Pakuwojo tidak pernah menang. Bahkan ia berkeinginan untuk lari dan bersembunyi. Kebetulan sekali ada sebuah pohon besar yang berlubang. Oleh Pakuwojo digunakan sebagai tempat bersembunyi dengan harapan Sunan Katong tidak mengetahuinya. Namun berkat ilmu yang dimiliki, Sunan Katong berhasil menemukan Pakuwojo, dan menyerahlah Pakuwojo.

Sebagaimana janjinya, kemudian ia mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam. Oleh Sunan Katong, pohon yang dijadikan tempat persembunyian Pakuwojo diberi nama Pohon Kendal yang artinya penerang. Di tempat itulah Pakuwojo terbuka hati dan pikirannya menjadi terang dan masuk Islam. Dan Sungai yang dijadikan tempat pertarungan kedua tokoh itu diberi nama Kali/Sungai Kendal, yaiut sungai yang membelah kota Kendal, tepatnya di depan masjid Kendal. Pakuwojo yang semula oleh banyak orang dipanggil Empu Pakuwojo, oleh Sunan Katong dipanggil dengan nama Pangeran Pakuwojo, sebuah penghargaan karena ia seorang petinggi Majapahit. Setelah itu ia memilih di desa Getas Kecamatan Patebon dan kadang-kadang ia ebrada di padepokannya yang terletak di perbukitan Sentir atau GUnung Sentir dan menjadi murid Sunan Katong pun ditepati dengan baik. Sedangkan nama tempat di sekitar pohon Kendal disebutnya dengan Kendalsari.

Masih ada keterangan lain yang ada hubungannya dengan nama Kendal. Dikatakannya bahwa nama Kendal berasal dari kata Kendalapura. Dilihat dari namanya, Kendalapura ini berkonotasi dengan agama Hindu. Artinya, bahwa Kendal sudah ada sejak agama Hindu masuk ke Kendal. Atau paling tidak di dalam berdo'a atau mantera-mantera pemujaan sudah menyebu-nyebut nama Kendalapura.

Ada juga keterangan yang menerangkan bahwa Kendal berasal dari kata Kantali atau Kontali. Nama itu pernah disebut-sebut oleh orang-orang Cina sehubungan dengan ditemukannya banya arca di daerah Kendal. Bahkan disebutkan oleh catatan itu bahwa candi-candi di Kendal jauh lebih tua dari candi Borobudur maupun candi Prambanan.

Temuan-temuan itu patut dihargai dan bahkan bisa menjadi kekayaan sebuah asal-usul, walaupun kebanyakan masyarakat lebih cenderung pada catatan Babad Tanah Jawi yang menerangkan bahwa nama Kendal berasal dari sebuah pohon yang bernama pohon Kendal.

Kecenderungan itu karena dapat diketahui tentang tokoh-tokohnya yaitu Sunan Katong dan Pakuwojo yang mendapat dukungan dari Pangeran Benowo. Selain itu catatan-catatan pendukung lainnya justru berada di Universitas Leiden, Belanda, sebuah perguruan tinggi terkenal yang banyak menyimpan catatan sejarah Jawa.

Akan halnya cerita Sunan Katong dan Pakuwojo dalam legenda yang telah banyak ditulis itu menggambarkan sebuah prosesi, betapa sulitnya merubah pendirian seseorang, terlebih menyangkut soal agama/keyakinan. Cerita-cerita itu menerangkan bahwa antara Pakuwojo dan Sunan Katong pada akhirnya tewas bersama (sampyuh).

Cerita yang sebenarnya tidaklah demikian. Cerita itu maksudnya, begitu Pakuwojo berhasil dibuka hatinya oleh Sunan Katong, dan Pakuwojo mau mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi murid Sunan Katong, berarti antara kedua tokoh itu hidup rukun sama-sama mengembangkan agama Islam.

disadur dari buku 'Babad Tanah Kendal' karya Ahmad Hamam Rochani,

Nama Kaliwungu

disadur dari buku Babad Tanah Kendal karya Ahmad Hamam Rochani

Memang tidak ada data yang akurat bila bercerita soal asal-usul sebuah tempat, dan semuanya berdasarkan cerita tutur. Begitu pula asal-usul nama kota Kaliwungu yang akan diceritakan di bawah ini.
Cerita tutur tentang kota Kaliwungu ditemukan ada tiga versi, yang berarti ada tiga cerita yang berkembang dan ketiganya ada yang rasional dan irasional.

Cerita pertama, nama itu murni berhubungan langsung dengan perjalanan Sunan Katong bersama pengikutnya. Yaitu ketika Sunan Katong tiba di suatu tempat, dan merasa lelah, maka ia dengan dijaga oleh pengikutnya istirahat dan tiduran atau Qoilulah di bawah sebuah pohon ungu yang letaknya di tepi (condong) ke sungai. Dari sinilah muncul ucapan Sungai = Kali, di bawah pohon Ungu,yang diucapkan menjadi satu kata, menjadi Kaliwungu. Sedangkan sungai tempat istirahat dan tiduran Sunan Katong, sekarang ini dinamakan sungai (kali) Sarean. Nama-nama itu langsung terucap oleh Sunan Katong sendiri. Cerita tutur ini sudah berkembang di masyarakat dan mendapat tempat yang kuat.

Cerita kedua, Kaliwungu berasal dari adarah ungu yang mengalir seperti kali (sungai), atau darah ungu itu mengalir bagaikan sungai atau kali. Disebutkan oleh cerita tutur, bahwa ceritanya bermula dari perkelahian dua pendekar, yaitu Sunan Katong dan Empu atau Pangeran Pakuwojo. Keduanya tewas bersama dan darahnya mengalir seperti mengalirnya air sungai dengan warna ungu, darah putih bercampur dengan darah merah kehitam-hitaman.
Tewasnya keduau tokoh diawalai dengan kesalahpahaman yang didahului oleh kemarahan yang meletup-letup. Pakuwojo marah karena anaknya tidak mau menuruti kehendaknya, dan melarikan diri minta perlindungan Sunan Katong. Kemarahan Pakuwojo memuncak karena ada orang yang melindungi anaknya berarti menantang dirinya. Keris Pakuwojo yang sudah dikeluarkan dari rangkanya langsung ditancapkan ke tubuh orang yang melindungi anaknya yang tidak lain adalah Sunan Katong, gurunya sendiri. Setelah sadar dan melihat bahwa yang baru saja ditikam adalah gurunya sendiri, lemaslah Pakuwojo. Pakuwojo lalu minta ampun dan mendekatkan tubuhnya serta bersujud di kaki Sunan Katong. Dengan sisa-sisa tenaga, Sunan Katong mencabut keris yang menancap pada dirinya, dan langsung ditusukkan ke tubuh Pakuwojo. Dua tokoh yang berbeda aliran itu tewas secara bersama. Darah putih bercampur dengan darah merah kehitam-hitaman, menjadi warna ungu, mengalir bagaikan sungai (kali). Kaliwungu begitu nama di akhir zaman.

Cerita turur versi kedua ini memang alur tuturnya sangat berhubungan dengan versi pertama. Maka kedua jenis cerita tutur itu sudah mendapat dukungan kuat dari masyarakat.

Cerita ketiga, Ketika Raden Ronggo Wongsoprono, putera Pangeran Djoeminah memanggul jenazah Tumenggung Mandurorejo. Sebagaimana pesan Sultan Agung Raja Mataram, jenazah Mandurorejo supaya dimakamkan di tanah Prawoto. Karena waktu sholat sudah mengundang, maka Ki Ronggo Wongsoprono istirahat dan jenazahnya diletakkandi pinggir kali. Ketika Raden Ronggo selesai membersihkan badan dan berwudlu, dilihatnya jenazah Mandurorejo tangi, wungu (bangun). Dan disebutnya menjadi Kaliwungu. Itulah khazanah cerita.
Kembali Raden Ronggo membawa jenazah tersebut untuk dibawa ke tanah Prawoto yang oleh Raden Ronggo sendiri belum diketahui dimana letaknya. Ketika berjalan mencari tempat yang dituju sesuai petunjuk SUltan, Raden Ronggo bertemu dengan seseorang. "Kisanak, tempat apakah ini?" tanya Raden Ronggo. Orang yang dijumpainya menjawab bahwa tanah ini adalah tanah Proto. Oleh Raden Ronggo dipahami bahwa Proto dengan Prawaoto memiliki arti sama, dan sesuai dengan perintah Sultan, maka di daerah Proto itulah Tumenggung Mandurorejo dimakamkan.

Senin, 25 Agustus 2008

Ki Bondan Kejawan

Seperti disebut dalam Babad Tanah Jawi, Prabu Kertabhumi atau Prabu Brawijaya V dari Majapahit memiliki banyak istri sehingga raja terakhir Majaphit itu juga mempunyai banyak anak. Perkawinan dengan istri dari Negeri Champa yang satu, Dewi Murdaningrum Lahir Raden Hasan atau Jien Boen atau Al-Fatah (Raden Fatah). Dari istri Ponorogo lahir Bathara Katong dan Adipati Lowano. Jadi antara Raden Fatah dengan Bathara Katong masih ada garis keturunan se-ayah. dari istri Wandan, yang berkulit kehitam-hitaman lahir Ki Bondan Kejawan atau Ki Lembu Peteng atau Ki Ageng Tarub III, dan dari istri dar Champa kedua, Dewi Andarwati, lahir Raden Panggung, Puteri Hadi, dan Aria Gugur. Dari beberapa anak Prabu Brawijaya hanya dua anak yang mendapat catatan khusus dari beberapa buku Babad Tanah Jawi, yaitu Raden Fatah dan Ki Bondan Kejawan. Sebab diramalkan bahwa keturunan anak dari perkawinannya dengan puteri Wandan yang satu itu akan menurunkan raja-raja yang menguasai tanah Jawa.

KENDAL PADA MASA AKHIR KERAJAAN MAJAPAHIT

disadur dari buku Babad Tanah Kendal, karya Ahmad Hamam Rochani.

Suatu hari, Sang Prabu Brawijaya bersemedi memohon pada yang Mahakuasa. Hasil semedinya cocok dengan pelaporan para ahli nujum kerajaan. Majapahit yang agung dan termasyhur akan segera beralih tempat. Namun pemegang kekuasaan tetap berada di tangan keturunan sang prabu. Rajanya akan ditaati seluruh rakyat Jawa Dwipa bahkna nusantara.

Sang prabu lalu jatuh sakit. Mendapat wisik, penyakit akan sembuh bila Sang Prabu mau mengawini seorang puteri berambut keriting dan kulit kehitam-hitaman, Puteri Wandan Tetapi setelah Puteri Wandan mengandung, Sang Prabu terusik lagi oleh pelaporan para nujum kerajaan, bahwa sang bayi kelak akan membawa bencana. Ya, inilah awal kehancuran Majapahit. Tak pelak sang bayi diserahkan kepada seorang petani, dan jauh dari pusat kerajaan. Bayi itu adalah Bondan Kejawan, yang kemudian menurunkan Ki Getas Pendowo - Ki Ageng Selo - Ki Ageng Henis - Sunan Laweyan. Dari lelaki desa yang lugu tapi penuh sasmita itu, lahir sang Pemanahan, dan berdirilah Mataram.

Minggu, 24 Agustus 2008

SELAMAT...!! ARDHIWANA Sebagai Juaranya Juara

Lomba Napak Tilas Astana Kuntul Nglayang yang diselenggarakan oleh Kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat Wewengkon Kendal-keluarga keraton wilayah Kendal yang melestarikan makam leluhur di Kaliwungu yang biasa dikunjungi warga untuk berziarah- pada hari Minggu, 24 Agustus 2008, diikuti oleh 14 regu dari ormas, siswa SMP/SMA dan sederajat se-Kabupaten Kendal dilaksanakan mulai jam 08.00 dan berakhir jam 13.30 wib.

Dari 20 regu peserta yang terdaftar pada Temu Teknik ternyata hanya 14 regu yang melakukan daftar ulang, 2 regu diantaranya dari SMA 1 Cepiring yang diwakili oleh anggota PA "Ardhiwana" putra dan putri yang pada saat daftar ulang mendapat nomor undian 10 untuk putra dan nomor 11 untuk yang putri. Setelah upacara kebesaran dibuka, dimulai dari nomor urut 1 peserta mulai diberangkatkan menuju pos-pos materi.

Pos 1 di makam P. Pakuwojo. Pos 2 di makam Wali Musyafak. Pos 3 di makam Sunan Katong. Pos 4 di makam Kyai Asy'ari (Kyai Guru). Dan berakhir di Paseban Agung Pangeran Panembahan Djoeminah.

Materi yang dilombakan adalah tentang tokoh-tokoh yang makamkan di pos-pos tersebut, geguritan dan tembang Jawa serta semua yang bernuansa Jawa termasuk cara berpakaian, berucap dan bertindak/tingkah laku.

Dua regu-1 regu putra dan 1 regu putri- yang dikirimkan SMA 1 Cepiring ternyata tidak sia-sia. Dengan persiapan latihan selama 5 hari di bawah arahan Mas Dur-merupakan pembina Ardhiwana- mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh peserta sehingga mendapatkan hasil yaitu regu putri yang diketua Indriyani Rahwati menjadi yang terbaik sebagai JUARA 1 dan mendapat piala tetap serta uang pembinaan juga dinobatkan sebagai JUARA UMUM dengan perolehan nilai terbesar dan membawa pulang PIALA BERGILIR yang tahun lalu diperoleh SMA Trisula putri. Dengan demikian Ardhiwana telah mempersembahkan 2 prestasi untuk sekolah melalui kegiatan yang sama karena tahun sebelumnya Ardhiwana yang diwakili oleh regu putra mampu meraih juara 2.

Kamis, 21 Agustus 2008

Sejarah Kabupaten Kendal

Setiap keberadaan suatu bangsa atau daerah tidak pernah lepas dari sejarah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah meninggalkan begitu saja sejarah bangsa tersebut.

Sejarah Kendal sendiri dalam buku "Babad Tanah Kendal" karya Ahmad Hamam Rochani, menyebutkan banyak sekali yang melatar belakangi nama Kendal. Ada yang menyebut dengan Kendalapura atau Kontali atau Kentali. Namun Babad Tanah Jawi menyebutnya bahwa Kendal berasal dari nama sebuah pohon, yaitu Pohon Kendal. Begitu pula tentang Kendal sebagai sebuah negeri, memang tenggelam oleh kerajaan atau negeri-negeri besar. Namun pada akhirnya negeri Kendal menjadi catatan sejarah nasional dan bahkan internasional karena catatan sejarahnya disimpan di sebuah perguruan tinggi terkenal di Nederland yaitu Universitas Leiden Belanda. Menurut Penulis, dipakai kata babad karena kupasannya dari cerita yang mengandung sejarah. Kalau diartikan secara umum Babad Tanah Kendal artinya cerita sejarah tentang tanah Kendal.
Oleh karena itu, penekanan dalam hal ini adalah cerita, bukan sejarah yang harus dibuktikan dengan fakta. Sehingga mungkin akan dijumpai hal-hal yang kadang lain di telinga atau bertentangan dengan pemahaman yang sudah melekat erat di pikiran masyarakat.

Ardhiwana dalam Napak Tilas Astana Kuntul Nglayang

Astana Kuntul Nglayang adalah sebutan untuk makam para leluhur atau tokoh-tokoh Islam yang masih ada keturunan raja-raja kerajaan Mataram dimana erat kaitannya dengan keberadaan Kabupaten Kendal dan (Kabupaten) Kaliwungu. Makam tersebut berada di kompleks pemakaman di daerah Kaliwungu yang setiap bulan Syawal selalu ramai dikunjungi masyarakat untuk berziarah, yang kemudian terkenal dengan tradisi Syawalan. Disebut kuntul nlayang karena bila dilihat dari atas bentuknya seperti (burung) kuntul atau bangau yang sedang terbang.
Oleh keluarga di wewengkon Kendal yang bertrah atau masih ada garis keturunan para tokoh-tokoh tersebut berusaha mensosialisasikan warisan kebudayan katimuran yang diajarkan oleh para leluhur terutama kebudayaan yang bernuansa Jawa, dalam hal ini diadakan Lomba Napak Tilas Kuntul Nglayang.
Sebagai kawula muda yang harus tahu warisan budaya leluhur terutama budaya Jawa, SMA 1 Cepiring melalui PA "Ardhiwana" ambil bagian sebagai peserta dalam lomba napak tilas tersebut. 1 regu putra yang beranggotakan kelas XI yaitu: Rizky Dian Buana (krokod), Sutarmuji (K-su), Mustaqim (Kimbir), Prasongko (Gesbi), Totok Hadi (Gembok), Zaenul Muis (Kumis), Syaiful Anwar (Prenges), Listiawan (Kunyur), Ahm. Masyriki (Kempus), Ari Hidayat (Ucrit), M. Arif Jamaludin (Kempes). Dan 1 regu putri: Indriyani Rahwati (Preman), Rahma (Wordot), Tintin Muzdalifah (Gembes), Winarsih (Ngablak), Yuli (Nyakdut), Apriliana (Umpluk), Umi Nuryati (Cumini), dari kelas XI, Villa Artasari (Berit), Afiatun (Cowek), Lisa Rahmawati (So'on), Sri Wahyumi (Glendem), dari kelas XII.

Kegiatan lomba napak tilas tersebut dilaksanakan oleh Keluarga Keraton Surakarta Hadiningrat Wewengkon Kendal pada Minggu, 24 Agustus 200, dimulai pukul 07.00 wib dibuka dengan upacara pemberangkatan.
Karena ingin memperkenalkan budaya Jawa, maka para peserta dihimbau untuk berperilaku secara orang Jawa dan cara berpakaian pun bernuansa Jawa.
Setelah upacara pembukaan dilanjutkan dengan napak tilas itu sendiri yang terbagi dalam 4 pos materi dan 1 pos terakhir sebagai pos utama.
Pos I, di makam Pangeran Pakuwojo (P. Gondokusumo), dalam bentuk kuntul nglayang berada di posisi ekor. Pos II di makam Wali Musyafak, Drs. Djumadi (Bupati Kendal ke-36), berada di posisi sayap kanan. Pos III di makam Sunan Katong, di posisi dada. Pos IV di makam Kyai Asy'ari, Kyai Puger (pendiri masjid Kaliwungu), Adipati Mandurorejo (BupatiPekalongan th 1922, merupakan putra Sulan Agung Hanyokrokusumo raja Mataram). Pos V adalah pos utama yaitu di makam Panembahan Djoeminah (putra P. Sutowijoyo raja Mataram pertama).


Jumat, 08 Agustus 2008

3 Profesor, 3 Penemuan

Pada suatu hari 3 orang vampir lagi unjuk taring atas kehebatannya masing-masing dalam hal menghisap darah dan membunuh mangsa.
“kebetulan nih malem dingin banget, gue jadi laper neh” celetuk vampir pertama.
“gimana kalo kita adu kekuatan, sapa yang paling cepet ngisep darah” tanya vampir kedua..
“okeh…!!!”
“gue duluan” kata vampir pertama…
lalu…whuuusssss…vampir pertama melesat..gak lama, selang lima menit dia kembali lagi dengan muka penuh darah dan sambil berkata..”lo liat gak kota dibawah sono??”
“iya liat” kata vampir dua & tiga
“semua penduduknya udah pada tewas, gue isep darahnya”
aahh, belom seberapa, neh liat gue..dan vampir kedua pun melesat tajam..selang tiga menit, diapun kembali dengan wajah belepotan darah, sambil berkata…
“lo liat kampung dibawah sana?? semua penduduknya dah pada tewas gue isep darahnya!!”
“aahh kecil, neh liat gue!!” vampir ketiga pun terbang melesat tajam… dan gak sampe satu menit dia udah kembali dengan darah diseluruh muka… dan dia berkata “lo liat tiang listrik dibawah sono??”
“iya..iya liat…”
“sialaaan..gue kagak liat!!@#$%^&”


(Habibie Afsyah)

Kamis, 24 Juli 2008

KODE ETIK PENCINTA ALAM SE INDONESIA

**) Pencinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya
adalah ciptaan Tuhan Yang Mahaesa.


**) Pencinta Alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar
akan tanggung jawab kami kepada Tuhan, bangsa dan Tanah Air.


**) Pencinta ALam Indonesia sadar bahwa pencinta alam adalah sebagai makhluk
yang mencintai alam sebasgai anugerah Yang Mahaesa.

Senin, 30 Juni 2008

Lintas UnGAraN

Hah..!, lagi-lagi kesasar.
Kalimat itulah yang pertama terlintas dan terucap dari beberapa anggota Ardhiwana. Pasti Anda bingung dan bengong. Ceritanya begini:
Pada tanggal 28 Juni 2008, kelompok PA (pencinta alam) SMA 1 Cepiring "Ardhiwana" mengadakan kegiatan akhir tahun yaitu "Purna Anggota" atau pelepasan keanggotaan bagi kelas 3 yang segera meninggalkan sma karena lulus sekolah. Kegiatan ini berlangsung tiga hari, 28-30 Juni 2008, dan diikuti oleh 23 anak : Syaiful Anwar (Prenges), Rizki Dian Buana (Krokod), M. Arif Jamaludin (Kempes), Ari Hidayat (Ucrit), Labib Ibnu Sina (WakPoh), Ahmad Masyriki (Kempus), Totok Hadi Saputro (Gembok), Prasongko (Gesbi), Winarsih (Ngablak), dan Zainiyah (Keong), peserta dari kelas x, Saiful Amri (Bethie'k), Dimas Saputro (Samad), Lisa Rahwati (So'on), Ismaul Waviroh (Isem), Amilatul Muamaroh (Lemot), Sri Wahyumi (Glendem), dan Afiyatun (Cowek) dari kelas xi, sedangkan dari kelas xii, dari 7 anak hanya 2 anak yang ikut yaitu Nina Anaqoh (Ninong) dan Ermiana Dewi (Kermi), ditambah 4 anak yang bukan ardhies, mereka hanya ikut2an yaitu : Dimas PP, Mustaghfirin, Nurul Hidayah, dan Mustika sari, yang semuanya dari kelas xi. Dari alumni dan pendamping ada : Budi Bude', Giarto Jambul, Kusnaryanto Mbawut, MasDin Nenek, dan MasDur selaku Pembina Ardhiwana. Dalam proposal yang diajukan kegiatan ini adalah lintas Ungaran. Maksudnya mereka akan melakukan pendakian melalui jalur Promasan dan turun lewat jalur Gedong Songo.


Pada 28 Juni 2008, Sabtu, pukul 09.00 pagi, Ardhiwana berangkat dari kampus SMA 1 Cepiring menuju Limut Gonoharjo, tiba di sana pukul 10.45 wib. Setelah istirahat 15 menit perjalanan dilanjutkan menuju Curug Selawe (Lawe), Giarto Jambul ditunjuk oleh MasDur untuk menjadi Tim Pioner sebagai penunjuk arah dan tiba di curug tersebut pukul 11.45 wib. Di sana para ardhies (sebutan untuk anggota Ardhiwana) bersantai ria, ada berfoto2, kecehan, dan makan siang ala petualang yaitu dengan menu bekal mereka, mie isntan direbus dengan kompor praktis, pelajaran yang mereka dapatkan di Ardhiwana. Kurang lebih setengah jam beristirahat, pada pukul 12.30 perjalanan dilanjutkan ke Dusun Promasan, perkampungan yang berada di kaki Gunung Ungaran sebelah utara dan merupakan jalur utama pendakian G. Ungaran wilayah Kabupaten Kendal. Bagi pendaki pemula, jalur ini paling banyak diminati selain Gedong Songo karena jalurnya tidak terlalu berbahaya dan bisa untuk sekedar refreshing. Para ardhies tiba di dusun tersebut pukul 15.20 wib dan beristirahat di barak milik Pak Wito (Ketua RT).


Setelah beristirahat cukup, pukul 02.00 Minggu (dini hari) para ardhies dibangunkan untuk melakukan persiapan pendakian ke Puncak Gunung Ungaran. Setelah Pada pukul 02.45 setelah dipimpin berdoa oleh Mas Dur, pembina Ardhiwana, para ardhies mulai melakukan perjalanan, pendakian pun dimulai dan Giarto Jambul lagi2 ditunjuk sebagai Tim Pioner dalam pendakian dan turun gunung, namun kali ini dibantu oleh Anto' Keder, teman kenalan dari Kaliwungu. Walaupun sudah diketahui bahwa mendaki pasti melelahkan, tetapi ardhies sangat terkejut, lebih-lebih pembinanya, ketika tahu bahwa rute yang dilalui bukan jalur biasanya pendaki pemula melaluinya tetapi jalur lama (jalur timur) dimana medannya jauh lebih menantang. Pada jalur lama ini, tingkat kesulitannya tidak jauh beda dengan gunung2 sekelas Sindoro-Sumbing yang mestinya bukan pemula yang melewatinya. Pada jalur ini mereka harus melalui tidak hanya dengan berjalan, terkadang bahkan sering harus dengan merayap naik layaknya memanjat pohon. Dan juga hewan penghisap darah, pacet atau lintah di sini lebih sering ditemukan ketimbang pada jalur yang satunya. Hewan ini banyak ditemukan menempel pada pohon-pohon yang berada di pinggir jalan yang dilalui para ardhies.


Namun begitu, dengan rasa bangga dan ucapan syukur dari mulut para ardhies, mereka mampu menaklukan puncak G. Ungaran pada pukul 05.15 pagi dengan selamat dan tidak ada pasien atau anggota yang sakit. Oleh Mas Dur, pembinanya, semuanya diminta memanfaatkan waktu kurang lebih tiga jam untuk menikmati keindahan alam semesta melalui puncak dan menghayati filosofi yang terkandung di dalamnya.


Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 08.30, dan dirasa tenaga sudah pulih juga semua sudah sarapan, waktunya untuk turun gunung, melalui jalur Gedong Songo. Di tengah perjalanan jalur ini membagi dua arah yang ke kiri ke arah Pos Mawar, Jimbaran dan yang ke kanan ke arah Gedong Songo. Kali ini Giarto Jambul tidak ditemani oleh Anto' Keder karena dia turun lewat jalur Promasan. Perjalanan pun dimulai. Nah!, ketika di tengah perjalanan ke Gedong Songo ternyata Giarto Jambul tidak lagi sebagai tim pioner karena harus mengurusi "pasien", dan ardhies yang berjalan paling depan diminta untuk mengikuti rombongan lain yang sudah di depan yang juga mempunyai arah ke Gedong Songo. Namun, ternyata ardhies paling depan tidak bisa mengikuti jejak rombongan lain yang dimaksud. Alhasil, setelah sekian jauh perjalanan dilalui pertigaan yang semestinya para ardhies harus mengambil arah kanan, masih terus saja berjalan dan tidak mengetahui - dan sepintas memang tidak terlihat - bahwa jalur yang dilalui adalah jalur menuju Pos Mawar, Jimbaran, yang arahnya lebih jauh ke arah timur dari Gedong Songo dan akhirnya yaahh... salah jalur alias kesasar. Inipun tidak hanya Ardhiwana yang salah jalur, banyak rombongan lain tidak menginginkan melalui jalur ini. Setelah melakukan diskusi singkat, Ardhiwana tetap pada jalur tersebut walau kesasar, dan tujuan berikutnya adalah Pos Mawar, dan tiba di sana pukul 11.30 wib.


Di sini, MasDur beserta Giarto Jambul, MasDin Nenek, Budi Bude', Kusnaryanto Mbawut, Amri Bethie'k (ketua panitia) dan Mila Lemot (Bendahara) mengadakan diskusi membahas dan mencari solusi tindakan selanjutnya. Alhasil, setelah menilik pada keuangan "negara" dan ardhies, akhirnya disepakati Ardhiwana membatalkan ke Gedong Songo - sebenarnya ingin mengadakan kegiatan out bound panjat dinding - dan ngekamp di Pos Mawar, Jimbaran yang selanjutnya pulang dan dijemput mobil di Pasar Jimbaran. Senin pagi pukul 08.30, para menuju pasar Jimbaran dan tepat pukul 10.00 ardhies sampai dan penjemputan sudah menunggu. Dalam perjalanan pulang ke SMA 1 Cepiring para ardhies mampir ke Bandungan untuk berbelanja. Satu jam kemudian dilanjutkan perjalanan dan sampai di kampus SMA 1 Cepiring pukul 14.00 wib. n' ... sayonara ....

Sabtu, 10 Mei 2008

Setelah tidur ribuan tahun

SANTIAGO-Gunung Chaiten di Cile Selatan berulah dengan menyemburkan hujan abu tebal ke daerah sekitarnya. Aktivitas yang tidak biasa tersebut memunculkan gempa.
Ribuan wargag yang tinggal....

  • ) Baca..

cewek bugil

Ada seorang cewek bugil naik becak. Sepanjang perjalanan, si tukang becak sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari si cewek tersebut.

Merasa di perhatikan seperti itu, si cewek tersebut menegur:

Cewek : Ada apa mas, kok ngeliatnya seperti itu? Belum pernah ngeliat cewek bugil apa?!!!

Tukang Becak : Oh nggak mbak… Saya cuman bingung, kira-kira nanti mbak mengeluarkan uangnya dari mana ya???

Rabu, 07 Mei 2008

Mengikuti Jejak Nenek Moyang

Dengan hati yang mantap Ardhi berkemas menyiapkan perlengkapannya karena besok pagi ia harus sudah sampai di tempat untuk memulai berlayar. Dia adalah peserta uji nyali dari Indonesia, peserta ketiga setelah dua lainnya anta lain dari Amerika dan Inggris yang sudah berangkat dan dikabarkan hilang.
Setelah dengan segala persiapan dia pun berangkat mengarungi samudera yang dikenal ganas dan terbukti sudah menelan dua korban hilang tersebut.
Ketika Ardhi sampai di tengah laut, tiba-tiba badai datang dan ombak yang sangat besar menghantam sampannya. Walau ia selamat namun seluruh perlengkapannya hanyut di bawa arus laut.
Ketika itu pula ia didekati oleh dua sosok manusia dan keduanya juga di atas sampan masing-masing. Kemudian mereka memperkenalkan diri yang ternyata mereka adalah pelaut dari Amerika dan Inggris yang dikabarkan hilang itu, dan menceritakan kejadian serupa yang dialaminya. Nah..! Di tengah keasyikan ngobrol, mereka dikagetkan oleh sebuah benda menyerupai guci yang mengambang, lantas benda itu diambil oleh pelaut dari Amerika. Maksud hati ingin meneliti benda tersebut dengan mengusapnya biar kering, eh..! tiba-tiba muncul dari lubang guci tersebut, sosok yang tidak jelas mukanya. Kemudian ia bersuara: "Hua..ha..ha..saya siap melayani dan mengabulkan satu permintaan tuan..hua..ha..haa..". Ketiga pelaut itu terkejut dan takut, tapi sangat gembira setelah mendengar kalimat dari sosok tersebut.
Dengan ragu pelaut dari Amerika memulai permintaannya: "Hai Kisanak, kalau memang ucapanmu benar, bisakah kau kembalikan aku ke kantorku karena hari ini ada meeting dengan Pak Presiden mengenai laporan penelitianku". "Hua...ha...ha...". "cling" Waouw..! Dengan sekejap orang Amerika itu hilang dan sampai ditempat tujuan. "Kalau aku kisanak, pulangkan aku ke rumah, karena pasti sudah ditunggu oleh istri dan anakku" dengan sekejap pula pelaut Inggris itu bernasib sama dengan yang pertama. "Nah..! sekarang giliran Tuan?!" sosok itu memandang kepada pelaut dari Indonesia tersebut. "Karena saya tidak punya pekerjaan dan rumah, bahkan sudah tidak punya sanak keluarga ataupun famili, saya minta kedua orang tersebut dikembalikan lagi ke sini, tolong ya..?!". Dan.."cling" kedua orang tersebut pun dengan sekejap pula berada di samping orang Indonesia dengan keadaan bingung dan bertanya-tanya????

Sabtu, 03 Mei 2008

Hari Bumi

Ternyata tidak kita saja yang memiliki hari. Entah pihak mana yang mengawali, yang jelas setiap tanggal 22 April selalu diperingati sebagai Hari Bumi dan tanggal itu pula ditetapkan sebagai Hari Bumi Sedunia.
Sayang momen yang semestinya sangat sakral bagi kalangan pencinta alam seperti halnya ARDHIWANA tidak diperingati secara khusus dengan melakukan atau melaksanakan kegiatan yang signifikan.
Sori ya.., temen-temen. Soalnya warga Ardhiwana sedang berkonsentrasi terhadap UNAS (untuk kelas XII) dan tugas pembuatan Laporan Perjalanan Study Tour ke Bali (untuk kelas XI). Perlu diketahui warga kami adalah siswa yang masih aktif di SMAN 1 Cepiring alias masih sekolah, githuu...
Tapi lain waktu, insyaallah, mudah-mudahan ARDHIWANA bisa memberikan sumbangsih kepada bumi tercinta - yang merupakan tempat mempertahankan nyawa - seberapa pun kecilnya.

Selasa, 22 April 2008

PTA (Pengambilan Tanda Anggota)

Setelah peserta didik melaksanakan "ritual" penerimaan anggota baru, peserta masih dituntut untuk mendapatkan tanda anggota sebagai tahap akhir keabsahan peserta resmi menjadi anggota pa Ardhiwana SMA N 1 Cepiring.
Pada 22-24 Desember 2007, masa kepengurusan periode 2007/2008, melaksanakan kegiatan Pengambilan Tanda Anggota (PTA), di DIENG Kab. Wonosobo.
Kegiatan yang diikuti oleh 21 anak kelas X, sebagai yunior alias yang akan melakukan.... (selengkapnya...)

Senin, 14 April 2008

AKU mengaku....

Sebuah nama mengisyaratkan bahwa dia memiliki makna untuk memperlihatkan jati diri terhadap sesuatu yang dihinggapi oleh nama tersebut. Begitu pun dengan AKU. AKU tidak tahu persis kapan dilahirkan. Yang jelas pada abad milenium ini, sekitar tahun 2004, AKU oleh pemuda pelajar
sma n 1 cepiring dibahas untuk dijadikan rumah sebagai tempat bernaung dan menyalurkan bakat. Nnmaun, AKU belum diberi nama. Hingga pada 2005, oleh para penerusnya disepakati AKU diberi nama ARDHIWANA.

Rabu, 09 April 2008

DIENG

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari


Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa Dieng terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.

Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000 kaki atau 2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin. Temperatur berkisar 15—20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli—Agustus. Penduduk setempat menyebut suhu ekstrem itu sebagai bun upas yang artinya "embun racun" karena embun ini menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.


PAB (Penerimaan Anggota Baru)


Tidak hanya geng motor aja yang melakukan Penerimaan Anggota Baru dalam organisasinya. Ardhiwana yang notabene adalah kumpulan pemuda petualang atau penjelajah alam juga melakukan hal tersebut. Kegiatan yang dilaksanakan Sabtu - Minggu, 10-11 November 2007 tersebut di kampus kita, sih, SMA N 1 Cepiring. Tapi tidak bisa dianggap sepele. Ketika memasuki praktek materi Ilmu Medan, peserta yang berjumlah 21 anak dan terbagi dalam 3 kelompok tersebut, dalam kondisi gelap alias malam hari harus mencari pos, dengan memakai titik koordinat. Nah! di sini-ni yang bikin serem...(kata mereka sih). Kenapa emangnya?. "Ya iyalah..!! sapa yang ga' takut lewat kuburan, malam hari lagi, mana sepi lagi, mana gelap lagi, kan atuut" Indri yang berpawakan paling besar memberikan komentnya.