Selasa, 30 Juni 2009

Sumbing (2)

Setelah tiba di basecamp Garung Wonosobo sekitar puku 13.30 wib, para ardhies istirahat untuk mempersiapkan diri dalam pendakian. Pada jam 4 sore Ardhiwana mulai melakukan perjalanan pendakian. Memang jalur Garung medannya lebih sulit. Itu dibuktikan pada awal perjalanan, setelah melewati rumah penduduk para ardhies harus melaluinya dengan tertatih-tatih karena tanjakan yang langsung ngetrek alis betul-betul nanjak.
Walaupun belum pernah mendaki gunung tersebut, Anwar prenges, Ibnu wakpo, Ari ucrit, berangkat sebagai leader di depan. MasDur selaku pembina di tengah dan di belakang ada MasDin dan Gianto jambul sebagai penyapu ranjau. Ketika terdengar adzan berkumandang para ardhies istirahat, kemudian bertayamum untuk melakukan shalat maghrib. Di situ mereka bersama rombongan dari pekalongan. Setelah semua selesai perjalanan kembali dilanjutkan dan kembal istirahat sekitar jam 8 malam. "Silahkan buat perapian dan isi perut kalian dengan mempraktekan kompor praktis kalian, jangan sampai ada yang kelaparan" begitu masDur memberikan intruksi. Tidak mau berlama lama dalam kedinginan karena suhu sudah mencapai 15 derajat celcius, para ardhies melanjutkan perjalanan. Namun di sini Ardhiwana mulai terpecah menjadi 2 kelompok. Dari 24 ardhies, empat lainnya tertinggal di belakang sebagai pecahan dua kelompok tersebut dan bertahan di pos 2 karena dua ardhies tidak kuat melanjutkan perjalanan. Sedangkan kelompok besar masih melanjutkan untuk menuju puncak. Setelah sekian jauh perjalanan, pada pos terakhir sebelum Pos Watu Kotak, Ayu dingkel tidak kuat dan pingsan. Sebagai pembina, masDur langsung mengintruksikan kepada para ardhies untuk mendirikan tenda. Namun dari 3 tenda -1 tenda doom dan 2 berjenis tenda biasa- yang di bawa, hanya 1 tenda yang bisa berdiri, yaitu tenda doom. Karena angin yang begitu kencang, 2 tenda lainnya tidak bisa didirikan. Akhirnya, "buat bifak, yang penting tubuh kalian tidak langsung terkena angin, cari selokan atau jalan air supaya lebih terlindung". Tanpa banyak cas cis cus mereka langsung melaksanakannya inturksi tersebut.
Alhamdulillah...sinar matahari masih bisa menghangatkan tubuh mereka. Setelah semua sarapan dan mengemasi perlengkapan, sekitar jam 8 dimulailah perjalanan untuk turun. "Tidak kita lanjutkan ke puncak, Mas?" tanya salah satu ardhies kepada masDur. Dengan alasan Karena persediaan logistik tidak mencukupi untuk melanjutkan perjalanan ke puncak maka lebih turun saja, jawabnya. Akhirnya alasan yang masuk akal tersebut bisa diterima dan mereka pun turun menuju basecamp. Sekitar jam 11 siang rombongan ardhies sampai di basecamp Garung, dan ternyata 1 kelompok kecil yang bertahan di pos 2 sudah turun dan sudh sampai lebih dulu di basecamp dalam keadaan selamat. Selanjutnya istirahat dan nge-camp sampai hari Senin sore menunggu jemputan mobil tiba. Seperti biasa, setelah turun gunung siang hari, malah harinya diadakan kegiatan ramah tamah. Masing-masing individu menyampaikan kesan dan pesannya setelah mengikuti pendakian. Ada yang sengsara, nelangsa, dan kaget ternyata pendakian itu tidak mudah dan nampak enak seperti yang ada di poto-poto kegiatan. Namun, kebanyakan dari mereka tidak merasa kapok dan mulai menyadari dan memetik pelajaran filosofinya. Bahwa bila seseorang yang sukses mencapai puncak tidak serta berjalan dengan mudah, akan tetapi layaknya orang mendaki puncak gunung, banyak jalan yang beraneka ragam bentuknya. Ada yang naik, turun, meliuk, harus melewati jurang, dan lain sebagainya. Intinya begitulah semestinya, bila seseorang ingin mencapai sukses harus bisa dan berani melewati rintangan tersebut. Keesokan harinya, Senin sore jam 14.00 wib, mobil penjemput pun datang. Dengan bersuka ria juga rasa kangen akan tempat tersebut rombongan meninggalkan basecamp menuju kampus SMAN 1 Cepiring, syonaraa......tiba di kampus jam setengah lima sore.

"Mendaki bukan mencari mati, tetapi mencari jatidiri"
"Kesuksesan tidak diraih dengan sejengkal langkah yang lurus, melainkan bisa dan berani melalui rintangan dan hambatan yang berliku"

Senin, 29 Juni 2009

Menantang, Dihajar SUMBING

Hah...! (dalam batin) "Ternyata tidak seperti dugaanku ketika menaklukan UNGARAN".
Purna anggota atau pelepasan keanggotaan untuk kelas XII, merupakan salah satu tradisi di Ardhiwana. Kegiatannya dilakukan dengan bentuk pendakian gunung. Nah..! Untuk yang ke-4 ini, yang dituju adalah Gunung Sumbing yang berketinggian 3371 mdpl. Melalui jalur Garung, Wonosobo, 27 Juni 2009 Ardhiwana berangkat dari kampus SMAN 1 Cepiring dan tiba di basecamp pukul 13.30 WIB. Setelah istirahat selama kurang lebih dua setengah jam, tepatnya jam 4 sore, perjalanan pun dimulai. Kegiatan ini diikuti oleh 19 siswa ditambah 2 alumni serta seorang pembina yang dibantu 2 orang pemandu.
Gunung Sumbing memang betul-betul segagah bentuknya. Jalur pendakian Garung adalah jalur yang dinilai lebih menantang, karena medan yang dilalui lebih jauh, lebih terjal dan lebih sulit. Pada start pertama saja, dari pemukiman penduduk pendaki harus menempuh medan dengan ngetrek atau tanjakan yang cukup tinggi kemiringannya.


gambar-gambar lain

Senin, 01 Juni 2009

Kenapa Memilih Rokok Bukan Susu..?

Setiap individu, terlebih lagi anak-anak, sangat memerlukan susu untuk mencukupi kebutuhan vitamin D, nutrisi, dan kalsium. Namun sayang, dibanding negara Asia Tenggara lainnya, konsumsi susu masyarakat Indonesia paling rendah.

Menurut Dr IR Erica B Laconi, MS, dosen Teknologi dan Industri Pangan, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian tahun 2007, konsumsi susu Indonesia adalah 6 liter per kapita per tahun, Malaysia 20 liter per kapita per tahun, India 45 liter per tahun, dan Vietnam lebih dari 10 liter per kapita per tahun.

Kata dia lagi, yang lebih memprihatinkan lagi, hampir 90 persen atau setara dengan 4 juta liter per hari hanya dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan.

Rendahnya konsumsi susu tersebut bukan karena rendahnya pendapatan perkapita, melainkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya susu. "Orangtua, terlebih bapak-bapak, lebih memilih untuk membeli rokok daripada susu untuk anak mereka," ucap Erica.

"Sedangkan pada masyarakat pedesaan, mereka lebih memilih untuk menjual hasil susu dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga," imbuhnya.

Jika hal tersebut terus berlanjut, Erica mengkhawatirkan akan terjadi lost generation, yang mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. "Setiap orang seharusnya mengonsumsi minimal satu gelas susu sehari, itu sudah sangat membantu. Lebih dari itu lebih bagus, jangan takut gemuk karena susu tidak membuat gemuk," saran dia.

Sumber : KOMPAS