1. Tumenggung Bahurekso
Sejak kapan Tumenggung Bahurekso diangkat sebagai Adipati Kendal, memang belum ditemukan data yang resmi. Tetapi H.J De Graaf, sejarawan Belanda yang sudah berhasil menulis beberapa soal Javalogi mengatakan bahwa tahuan 1615, ketika pertama kali utusan dagang VOC berkeinginan menghadap Sultan Agung, Raja Mataram, diwajibkan terlebih dahulu menghadap Tumenggung Bahurekso, Adipati Kendal. Akan tetapi ada catatan yang menerangkan bahwa Tumenggung Bahurekso diangkat menjadi Bupati Kendal pada hari Jumat Kliwon, tanggal 12 Robiul Awal tahun 1023 H, bertepatan dengan dengan tanggal 8 September 1614, dengan gelar Raden Tumenggung Bahurekso.
Akhir pemerintahannya sampai dengan 26 Agustus 1628, gugur melawan tentara Belanda di Batavia, 21 Oktober 1628.
2. Raden Ngabehi Wiroseco (1629 - 1641)
Penggati Raden Tumenggung Bahurekso adalah Raden Ngabehi Wiroseco, sahabat dekat dengan Pangeran Benowo (putra Sultan Hadwijoyo). Tokoh ini hanya menjabat sebentar karena meninggal dunia dan tidak meninggalkan putra. Setelah itu RadenMgabehi Wiroseco digantikan oleh tokoh yang mempunyai nama sama, yaitu Wiroseco, yang semula penguasa jepara. Tapi Raden Wiroseco yang satu ini memng tidak lama berkuasa di kendal, karena atas usul VOC ia ditarik lagi ke jepara. maka dari tahun (1629 - 1641), jabatan bupati kendal dijabat oleh dua orang, dengan nama yang sama, yaitu Raden Ngabehi Wiroseco(catatan Amen budiman, Menyingkap Sejarah Kendal seri V).
3. Raden Ngabehi Mertoyudo (1641 - 1649)
Bangsawan asal Mataram. Dan pada awal pemerintahanya, Kerajaan Mataram telah terjadi alih kekuasaan dari Sultan Agung (1645) kepada puteranya, Sultan Amanfkurat I.
4. Raden Ngabehi Wongsodiprojo (1649 - 1650)
Bangsawan asal Mataram. Menjabat baru beberapa bulan sudah wafat.
5. Raden Ngabehi Wongsowiroprojo (1650 - 1661)
Putera dari Raden Ngabehi Wongsodiprojo (Bupati ke -4)
6. Raden Ngabehi Wongsowirosroyo (1661 - 1663)
Putera dari Raden Ngabehi Wongsodiprojo (Bupati ke -5)
7. Tumenggung Singowijoyo I atau Singowonggo (1663 - 1668)
Putera dari Raden Ngabehi Wosongwirosroyo (Bupati ke -6). Pada tahun 1677 di utus Sunan Amangkurat I untuk memulihkan keadaan di jakarta sehubungan dengan aksi orang- orang cina yang melawan belanda. dan tahun 1677 ini pula terjadi alih kepemimpinan mataram dari Sunan Amangkurat I ke Adipati Amon atau sunan amangkurat II, dan Tumenggung Singowijoyo I wafat 1688,tanpa sakit.
8. Tumenggung Mertowijoyo I (1688 - 1700)
Putera Raden Tumenggung Ngabehi Singowijoyo I (Bupati ke -7) wafat 1694, dan selanjutnya diwakili oleh pamannya yang (juga) bernama Singowijoyo, hingga 1700. Nama Tumenggung Mertowijoyo juga ditemukan dalam buku Babad Mentawis dan Serat Babad negari semarang. Seperti dituturkan oleh Amen Budiman Bahwa Tumenggung Mertowijo tewas dalm peristiwa geger pakunegaran di wilayah kedu, kelihatannya mendapat dukungan dari babad Mentawis. Sebab buku itu menerangkang bahwa Tumenggung Mertowijoyo ambil bagian secara aktif dalam peristiwa tersebut. Sedangkang dalam serat babad negeri semarang diterangkan bahwa nama Tumenggung Mertowijoyo erat hubungannya dengan Ki Ageng Pandan Aran Atau Ki mode pandan. diterangkang lagi bahwa garis nasab Mertowijoyo dimulai dari pangeran Kanoman, adik Sunan Tembayat. bila catatan itu sesuai dengan yang dimaksud, maka Tumenggung Mertowijoyo ada garis Lurus dengan Sultan Akbar AL- Fatah dari Kerajaan Demak.
9. Tumenggung Mertowijoyo II (1700 - 1725)
Adik dari Raden Tumenggung Singowijoyo I (Bupati KE-7), atau Paman dari Tumenggung Mertowijoyo I. Tumenggung Mertowijoyo II ini juga di sebut Kyai Kendil Wesi, karena punya pusaka berwujud kendil yang terbuat dari besi. wafat tahun 1725 dan dimakamkan dipemakaman pakucen, kebondalem, kecamatan kota kendal, sedangkang pusakanya dimakamkan dipesarean Doropayung, sukolilan, patebon , kendal. Dua tahun setelah Tumenggung Mertowijoyo II di angkat, tahun 1703 Sunan Amangkurat II meninggal dunia, dan di ganti puterannya, Sunan Mas, yang bergelar Sunan Amangkurat III. Pada masa keemasan, Murah sandang dan murah pangan
10. Tumenggung Mertowijoyo III (1725 - 1739)
Putera Tumenggung Mertowijoyo I (Bupati ke - 8), dimakamkan di pesarean Doropayung - patebon - kendal, bersebelahan dengan makam pusaka kendil wesi. Bisa jadi pusaka itu diserahkan oleh Tumenggung Mertowijoyo II kepada puteranya, Tumenggung Mertowijoyo III, sebagai adat kelangsungan pemerintah, sebagaimana dulu Kyai Plered diwariskan kepada Sultan Agung.
11. Tumenggung Singowijoyo II (1739 - 1754)
Putera kedua dari Tumenggung Singowijoyo I (bupati ke-9), dimakamkan di Loji Wurung Semarang. Jabatan bupati kosong, diwakili oleh Patih Mertomenggolo asal Jepara sampai tahun 1755.
12. Tumenggung Soemonegoro I (1755 - 1780)
Putera dari Adipati Soerohadimenggolo, Adipati Semarang, 1755 - 1780. Ketika itu di Mataram terjadi Perjanjian Gianti. Mataram dibagi menjadi dua; Yogyakarta dikuasai oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Sedangkan Surakarta dikuasai oleh keturunan Paku Buwono II, yang kemudian digantikan oleh puteranya Paku Buwono III.
13. Tumenggung Soemonegoro II (1780 - 1785)
Putera Adipati Soemonegoro I (bupati ke-12). Didampingi seorang patih bernama Ronggodipowongso, yang menjabat patih hingga 1880.
14. Tumenggung Soerohadinegoro II (1780 - 1785)
Putera kedua Adipati Soemonegoro I (bupati ke-12).
15. Raden Tumenggung Prawirodiningrat I
Semula bupati Demak (1896 - 1811). Setelah Adipati Prawirodiningrat wafat, selama dua tahun pemerintahan Kabupaten Kendal dilaksanakan oleh Patih Wiromenggolo hingga 1813.
Pada tahun 1811, pemerintah Inggris membangun jalan raya Dandels yang melalui Kaliwungu - Kendal. Atas usul Patih Wiromenggolo, ibukota Kabupaten Kaliwungu akan dipindahkan ke Kota Kendal dengan alasan:
- Letak Kaliwungu kurang strategis karena sering dilanda banjir, sedangkan sebelah selatan terdiri tanah yang berbukit-bukit.
- Kota Kendal tanahnya datar dan cukup luas, letaknya juga dekat pantai yang baik.
Pada tahun 1813, pemerintah Inggris menobatkan putera alamarhum Tumenggung Prawirodiningrat I sebagai Bupati Kaliwungu terakhir dan Bupati Kendal yang pertama (hapusnya istilah/sebutan Kabupaten Kaliwungu) dengan gelar Pangeran Ario Prawiradiningrat II.
16. Raden Tumenggung Prawirodiningrat II (1813 - 1830)
Putera dari R.T. Prawirodiningrat I (Bupati ke-15). Dan mulai tahun 1829, bergelar Pangeran Haryo (PH), wafat tahun 1830, dimakamkan di Protowetan. Gelar Pangeran Haryo diperoleh karena adipati Kaliwungu ini membantu Belanda ketika perang Diponegoro. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Patih Kaliwungu hingga tahun 1832. Dan Patih Kaliwungu ini juga disebut Tumenggung Kasepuhan, rumah terakhir kepatihan Kaliwungu, wafat tahun 1434, dimakamkan di Protowetan, Kaliwungu. Bersamaan dengan pemerintahan Prawirodiningat II, Pulau Jawa dikuasai oleh Inggris, dan Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal.
17. Raden Tumenggung Purdadiningrat atau Prododingrat (1832 - 1850)
Menantu R.T Prawirodiningrat II, 1832 - 1850. Mungkin karena dipandang sangat memebahayakan Belanda, maka Bupati Kendal ini diasingkan ke Manado. Sehingga oleh masyarakat disebut Adipati Kendhang.
18. KRT. Soerohadiningrat atau soerohadi diningrat atau Sosrodiningrat (1850 - 1857)
Berasal dari Gresik, kemudian tahun 1857 dipindah ke Purbolinggo.
19. Pangeran Ario Notoproto atau Notohamiprojo (1857 - 1890)
Wafatnya dimakamkan di Protowetan.
20. Raden Mas Adipati Notonegoro (1891-1914)
Putera Pangeran Adipati (bupati ke-19), diangkat tahun 1891, wafat tahun 1914, dimakamkan di Protowetan.
21. Raden Mas Adipati Aryo Notohamijoyo (1914 - 1938)
Putera dari RMA. Notonegoro (bupati ke-20). Nama aslinya Raden Muhammad. Wafat Desember 1949. Karena ada halangan, diwakili oleh patih Kendal, Raden Notomoedigdo.
Pada waktu pemerintahan Adipati Aryo Nothamiprojo, Pemerintah Belanda mulai memberi wewenang kepada bupati untuk bertindak sebagai College van commomiteerden seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan kemudian ada lagi satu lembaga yang mengurusi keuangan desa dan pasar-pasar. Lembaga ini berjalan mulai tahun 1939.
22. Raden Mas Purbonegoro atau Poerboatmojo Adisoerjo (1939 - 1942)
23. Patih Kendal, Raden Koesumohoedojo (1942 - 1945)
24. Soekarmo, anggota Syusangiin,
25. Raden Poeslam,
26. Raden Prajitno Partididjojo,
27. Raden soedjono,Bupati Blora (1957 - 1960)
28. Raden Abdurrachman,
29. Raden Gondopranoto,
30. Raden Salatoen, (1960 -1965)
31. Mayor R. Sunardi, Dandim Kendal, (1965 -1967)
32. Letkol RM Soeryosuseno, (1967 -1972)
33. Drs. H. Abdussaleh ranawijaya, (1972 - 1979)
34. Drs. H. Herman Soemarmo, (1979 - 1984)
35. H Soedono Jusuf, BA (1984 - 1989)
36. H Soemojo Hadiwinoto, SH (1989 - 1999)
37. Drs. H. Djoemadi (1999 - 2000)
38. H. Hendy Boedoro, SH, MSi (2000 - 2008)
bos kok upati nomor15sampe38 ngak ada keterangannya kan susah buat kliping darimana kalau ngak dari blog
BalasHapusu salam kenal
cori rules, sabar tunggu ja coz lihat waktuna sibuk banget githiuuu.......
BalasHapusdi tunggu ja, trim's.
salut buat teman2 ardhiwana..dedikasi yang luar biasa..ckckck..
BalasHapusyen upama lega, mbok nyuwun tulung crita bab kendhil wesi?? matur nuwun. :)
tu' rara fedya, tggu ja, seri kendil wesi insyaallah muncul, trim's at your attention..!
BalasHapustrim' tggu ja ya?
BalasHapusSalut atas usahanya mas.kalo boleh tau apakah ke bupati an kendal masih memiliki kaitan hubungan dgn pemimpin pemerintah daerah cirebon (patih cirebon) pd masa penjajahan pertama belanda?trims
BalasHapusTerimakasih infonya mas... Kebetulan saya sedang mencari silsilah keluarga saya yang hilang
BalasHapus